1 Oktober 2025 4:36 pm

Pindah Platform, Tetap Aman: Strategi Migrasi Marketplace ke Website untuk UMKM

Pindah Platform, Tetap Aman: Strategi Migrasi Marketplace ke Website untuk UMKM
Banyak pedagang online di Indonesia bermimpi punya website sendiri, tempat di mana mereka bisa membangun brand, mengelola margin lebih baik, dan menguasai data pelanggan.
Namun, ada ketakutan besar yang kerap menghantui: Bagaimana jika traffic anjlok? Bagaimana kalau pelanggan lebih percaya marketplace dan enggan pindah?
Jawabannya bukan dengan “angkat kaki” tiba-tiba dari marketplace, melainkan lewat strategi migrasi bertahap. Migrasi pun bukan berarti meninggalkan marketplace sepenuhnya, melainkan mengurangi ketergantungan terhadap platform pihak ketiga.
Dengan pendekatan yang tepat, mulai dari menjadikan marketplace sebagai feed traffic, menawarkan bundle eksklusif, program referral, hingga membership dan retargeting, penjual bisa memperkuat website tanpa kehilangan penjualan.

Kenapa Migrasi Itu Logis Sekarang


Ilustrasi pembuatan website sendiri
Gambar: creativethemes.com
Ilustrasi pembuatan website sendiri Gambar: creativethemes.com

Marketplace telah menjadi pintu masuk utama bagi jutaan pembeli online di Indonesia. Namun, di balik kemudahan itu, pedagang semakin sadar bahwa mereka berjualan di “tanah sewaan”.
Aturan komisi bisa berubah sewaktu-waktu, kompetisi harga makin brutal, dan algoritma pencarian sering kali mengubur produk baru di halaman belakang. Singkatnya: Margin makin tertekan, kontrol makin terbatas.
Di sisi lain, perilaku konsumen juga mengalami pergeseran. Banyak pembeli mulai mencari brand langsung lewat Google atau media sosial, bukan semata lewat marketplace.
Hal ini membuka celah bagi pedagang untuk memperkenalkan kanal direct-to-consumer (D2C) melalui website mereka sendiri. Website bukan sekadar etalase, tapi juga alat untuk menguasai data pelanggan, membangun trust, dan menawarkan pengalaman belanja yang lebih personal.
Timing migrasi pun ideal. Infrastruktur pembayaran seperti QRIS dan payment link sudah mapan, logistik semakin terintegrasi, sementara tools marketing, mulai dari retargeting hingga WhatsApp Business, kian mudah diakses dengan biaya terjangkau. Artinya, risiko kehilangan traffic bisa ditekan dengan strategi yang benar.
Dengan memulai sekarang, pedagang bisa menciptakan jalur paralel: Tetap menjaga penjualan di marketplace sambil perlahan mengalirkan traffic ke website. Semakin lama ditunda, semakin besar ketergantungan pada ekosistem yang tidak bisa mereka kendalikan.

Strategi Bertahap: Dari Marketplace ke Brand Site


Contoh website online shop
Gambar: wsimg.com
Contoh website online shop Gambar: wsimg.com

Migrasi dari marketplace ke website sendiri bukan berarti memutus hubungan secara tiba-tiba. Justru kuncinya ada pada strategi bertahap agar konsumen tidak merasa kehilangan kenyamanan, sekaligus memberi waktu bagi pedagang untuk membangun ekosistem baru.

1. Jadikan marketplace sebagai ‘traffic feeder’

Alih-alih menutup toko, gunakan marketplace sebagai pintu masuk. Deskripsi produk bisa diselipkan ajakan halus: “Untuk varian lengkap, cek di website resmi kami.” Dengan begitu, konsumen tetap berbelanja, tetapi perlahan mengenal kanal direct-to-consumer.

2. Gunakan bundling sebagai pemikat

Di marketplace, tawarkan paket produk standar. Namun di website, hadirkan bundling eksklusif atau edisi terbatas yang tidak tersedia di tempat lain. Strategi ini membangun alasan logis bagi pembeli untuk mencoba website.

3. Referral dan loyalty membership

Website bisa menjadi rumah bagi program referral atau keanggotaan berbayar yang menawarkan diskon, akses early product, atau ongkir gratis. Skema ini sulit dijalankan di marketplace karena keterbatasan fitur, sehingga memberikan diferensiasi nyata.

4. Bangun kebiasaan lewat retargeting

Gunakan data pembeli dari marketplace (misalnya lewat WhatsApp follow-up atau database CRM) untuk melakukan kampanye retargeting yang mengarahkan kembali ke website. Iklan media sosial juga bisa disesuaikan agar traffic lama lebih cepat beralih.
Intinya, marketplace tetap berfungsi sebagai kanal akuisisi, sementara website ditumbuhkan sebagai kanal retensi dan profitabilitas. Dengan pola ini, pedagang tidak kehilangan penjualan, tapi justru memperkuat posisi brand dalam jangka panjang.

Strategi Gradual: Detail dan Contoh Taktik


Ilustrasi website online shop
Gambar: scalebloom.com
Ilustrasi website online shop Gambar: scalebloom.com

Agar Anda dapat memahami gambaran dengan lebih jelas soal migrasi ke website mandiri, ada beberapa fase atau tahapan yang bisa Anda pelajari dan kemudian dipraktikkan sebagai berikut.

Fase 0 - Audit dan Baseline (sebelum mulai)

  • Data yang perlu dikumpulkan: Top selling, margin, lifetime value (LTV) pelanggan dari marketplace, biaya akuisisi iklan.
  • Tentukan target KPI migrasi (mis. jaga revenue ≥90% di bulan 1 pasca-peralihan).

Fase 1 - Buat Website yang Layak untuk Traffic (minimum viable store)

  • Landing page per kategori + page produk yang jelas, mobile-first, checkout sederhana, integrasi payment gateway lokal (QRIS, e-wallet).
  • Integrasi analytics dan pixel (Facebook/Meta, Google) untuk retargeting.

Fase 2 - Marketplace sebagai Feed Traffic (parallel)

  • Biarkan listing marketplace tetap aktif; gunakan deskripsi dan foto yang konsisten.
  • Di listing marketplace: Tambahkan banner / insert packing card / social proof yang mendorong pembeli repeat ke website (diskon member, voucher referral).
  • Gunakan fitur promosi marketplace (flash sale) untuk visibility sekaligus kumpulkan leads via unboxing/QR card ke website.

Fase 3 - Taktik Promosi yang Mengalihkan Tanpa Memaksa

  • Bundle eksklusif di website: paket produk + gratis ongkir atau bonus kecil yang hanya ada di website.
  • Referral dan voucher unik: berikan kode referral yang hanya bisa ditukarkan di website, hadiah untuk pembeli marketplace yang mendaftar.
  • Subscription / membership: tawarkan program berlangganan (mis. paket rutin bulanan) atau klub member dengan diskon / early access; model subscription meningkatkan LTV.

Fase 4 - Retargeting & CRM (konversi kembali)

  • Bangun audience retargeting: pengunjung halaman produk (website), pengunjung katalog marketplace (jika memungkinkan), dan daftar email/telepon.
  • Kampanye retargeting bertingkat (dinamis): view > add-to-cart > abandon > checkout. Gunakan iklan dinamis di Meta/Google untuk menarik kembali.

Fase 5 - Operasional & Fulfillment (jangan remehkan)

  • Pastikan fulfillment (packing, shipping) setara atau lebih baik dari marketplace; kecewa pengiriman = hilangnya trust.
  • Atur SLA pengembalian dan CS—integrasi omnichannel (chat/WA + email + marketplace inbox).

Hal-Hal yang Harus Disiapkan untuk Migrasi ke Website Sendiri


Contoh pembelian online shop di website
Gambar: fathershops.com
Contoh pembelian online shop di website Gambar: fathershops.com

Pindah ke website sendiri tidak bisa hanya mengandalkan niat. Ada fondasi teknis yang perlu disiapkan agar pengalaman belanja konsumen tidak kalah dengan marketplace.

1. Domain & hosting yang stabil

Pilih nama domain yang mudah diingat, konsisten dengan brand, serta hosting dengan uptime tinggi. Koneksi lambat atau sering down akan langsung menurunkan trust konsumen.

2. Platform e-commerce user-friendly

Gunakan CMS populer seperti Berdu atau platform lokal lain yang sudah mendukung integrasi pembayaran Indonesia. Pastikan tampilan mobile-friendly karena mayoritas traffic datang dari smartphone.

3. Integrasi pembayaran lokal

QRIS, transfer bank otomatis, dan e-wallet (OVO, GoPay, DANA, ShopeePay) wajib tersedia. Konsumen Indonesia terbiasa dengan pilihan pembayaran instan, jadi minimalkan hambatan di tahap checkout.

4. Logistik & pengiriman

Sediakan opsi ekspedisi yang umum digunakan (JNE, J&T, SiCepat, AnterAja) dengan tracking real-time. Pertimbangkan juga free shipping untuk order minimum agar sebanding dengan benefit marketplace.

5. Retargeting & tracking

Pasang pixel (Meta, TikTok, Google) sejak awal. Data ini penting untuk kampanye iklan di kemudian hari, terutama saat mengarahkan traffic dari marketplace ke website.

6. Customer service terintegrasi

Hubungkan website dengan WhatsApp Business atau live chat agar konsumen tetap merasa dekat. Respons cepat menjadi faktor krusial dalam membangun trust.
Checklist ini bukan hanya soal teknis, tapi juga soal persepsi. Website yang rapi, mudah digunakan, dan terintegrasi dengan kebutuhan lokal akan memberi kesan profesional, sekaligus mengurangi gap kenyamanan dibanding marketplace.

Rencana 30/60/90 Hari: Tahapan Migrasi yang Realistis


Ilustrasi website online shop
Gambar: cloudinary.com
Ilustrasi website online shop Gambar: cloudinary.com

Migrasi dari marketplace ke website bukan sprint, melainkan maraton yang terukur. Strategi 30/60/90 hari membantu bisnis menjaga aliran penjualan tanpa kehilangan kepercayaan konsumen.

30 Hari Pertama: Fondasi & Awareness

  • Launch website dengan domain resmi, tampilkan katalog inti.
  • Gunakan marketplace sebagai traffic feeder: Cantumkan link website di deskripsi produk, kartu ucapan, atau paket pengiriman.
  • Edukasi konsumen lewat konten sosial media: Kenapa lebih enak belanja di website (diskon eksklusif, bundling produk).

60 Hari Kedua: Aktivasi & Retargeting

  • Jalankan promosi eksklusif di website: Voucher, bundling hemat, atau produk limited edition.
  • Pasang tracking dan jalankan iklan retargeting ke konsumen yang sudah belanja di marketplace.
  • Bangun referral program sederhana (misalnya share link website → dapat voucher belanja).

90 Hari Ketiga: Retensi & Membership

  • Luncurkan program membership/loyalty: Poin reward, akses early sale, atau gratis ongkir.
  • Tingkatkan automasi: Email/SMS reminder untuk repeat order, notifikasi stok baru.
  • Optimalkan data: Analisis perilaku pembeli website, lalu sesuaikan produk, harga, dan penawaran.

Dengan pola bertahap ini, bisnis tidak harus langsung menutup toko di marketplace. Justru marketplace tetap berfungsi sebagai “etalase besar”, sementara website berkembang menjadi rumah utama brand. Hasil akhirnya adalah kepemilikan penuh atas pelanggan, data, dan margin keuntungan yang lebih sehat.

Ilustrasi Kasus Penerapan Migrasi Website (untuk UMKM)


Untuk membantu Anda memahami proses migrasi dan manfaatnya, berikut beberapa ilustrasi UMKM lokal yang membuktikan bahwa strategi migrasi bertahap bisa berjalan tanpa mengorbankan penjualan.

1. Ilustrasi 1: UMKM Fashion

Sebuah brand hijab di Bandung tetap berjualan di marketplace sambil membangun website. Mereka menawarkan promo bundle eksklusif hanya di website, misalnya paket hijab + inner + tote bag dengan harga lebih hemat. Hasilnya, 20% pembeli marketplace mulai beralih ke website dalam 3 bulan.

2. F&B Lokal

Sebuah kedai kopi rumahan memanfaatkan Reels Instagram untuk mengarahkan traffic. Setiap video produk mencantumkan link WhatsApp dan website. Marketplace tetap dipakai untuk “nama besar”, tapi repeat order naik signifikan karena pelanggan lebih suka pesan langsung lewat website yang sudah terhubung QRIS.

3. Retail Gadget

Sebuah toko aksesoris ponsel di Surabaya menggunakan program referral: Beli casing di marketplace → dapat voucher belanja website. Dengan strategi sederhana ini, mereka berhasil mendorong lebih dari 1.000 transaksi langsung dalam 2 bulan.
Dari tiga contoh tersebut, benang merahnya jelas: Kuncinya bukan meninggalkan marketplace, melainkan disiplin membangun jalur direct-to-consumer sambil menjaga kepercayaan pelanggan. Dengan eksekusi konsisten, website bisa tumbuh menjadi kanal penjualan utama, sementara marketplace tetap jadi sumber traffic awal.
Ayo buat Website kamu sekarang!

Ingin mencari pengetahuan lain?

Ketik judul blog yang ingin kamu cari