25 Juni 2025 8:22 pm

Lepas dari Ketergantungan Marketplace: Manfaat Membangun Platform Jualan Mandiri

Lepas dari Ketergantungan Marketplace: Manfaat Membangun Platform Jualan Mandiri
Pada era digital, e‑commerce mengalami lonjakan pesat—secara global diperkirakan tumbuh lebih dari 20% per tahun sejak pandemi. Di Indonesia, hal ini terpancar nyata melalui maraknya Tokopedia, Shopee, Blibli, dan sejenisnya yang menggaet jutaan pengguna dan puluhan juta penjual.
Namun, belakangan muncul gejolak baru: Tokopedia kini mayoritas dimiliki oleh TikTok (ByteDance), yang mengintegrasikan sistem Seller Center dan mendorong migrasi ke TikTok Shop. Kompleksnya backend dan proses onboarding membuat banyak penjual terganggu.
Transisi ini bukan tanpa kendala, sejumlah seller melapor kehilangan akses ke dashboard Tokopedia, kesulitan kirim, dan penurunan omzet signifikan setelah integrasi. Artinya, ketergantungan seller terhadap platform seperti Tokopedia kini menghasilkan dampak negatif.
Benar bahwa pemerintah telah menyetujui akuisisi dengan syarat antitrust; tetapi Reuters menyebut ada kekhawatiran risiko monopoli—karena gabungan TikTok + Tokopedia memegang pangsa pasar sangat besar dalam ekosistem e‑commerce Indonesia.
Di sisi lain, proses migrasi menyebabkan banyak seller “kehilangan lapak”, terpaksa mencari lokasi alternatif untuk berjualan. Karena itu, seller harus aktif mencari keuntungan utama membangun platform jualan mandiri, yaitu website online shop.

Pelajaran dari Kasus Seller Tokopedia >>> TikTok Shop


Integrasi Tokopedia dan TikTok Shop
Gambar: Tokopedia.com
Integrasi Tokopedia dan TikTok Shop Gambar: Tokopedia.com

Peristiwa integrasi Tokopedia ke TikTok Shop bukan sekadar transfer teknologi. Banyak penjual lokal mengalami frustrasi. Bukan hanya persoalan teknis, melainkan juga berdampak langsung pada omzet dan operasional harian mereka.

Dorongan Migrasi dan Bebannya


Mulai Mei 2025, Tokopedia mulai mewajibkan penjual untuk migrasi ke TikTok Shop melalui Seller Center terpadu. Pada beberapa akun lama, migrasi ini bersifat wajib dan tak dapat dihindari.
Sebagian pedagang mengeluhkan produk yang tiba-tiba tidak bisa dikirim instan, penjualan juga mengalami penurunan signifikan.
Beberapa pengguna juga melaporkan aplikasi seller center yang sulit digunakan dan hanya dapat berjalan di desktop saja. Bahkan ada kasus dana tertahan hingga 6–7 hari, berbeda dengan sistem Tokopedia sebelumnya.
Kasus error juga semakin sering muncul tanpa penanganan yang jelas, membuat proses withdrawal dan pembaruan data bank menjadi merepotkan.
Hal-hal ini memicu keresahan bahwa Tokopedia secara de facto mulai ditinggalkan, dengan pelanggan mulai berpindah ke platform lain. Masalahnya, platform lain sejenis juga tidak pernah benar-benar aman, kasus yang sama bisa saja terulang kembali.

Risiko Intervensi Platform Pihak Ketiga


Akuisisi 75% saham Tokopedia oleh TikTok/ByteDance (tahun 2024) sempat mendapat persetujuan KPPU dengan syarat antimonopoli dan akses terbuka untuk pembayaran dan logistik hingga 2027.
Namun, dampak praktisnya terasa: Sistem backend yang dikontrol oleh otoritas baru, perubahan UX secara mendadak, dan ketidakpastian regulasi. Ini menempatkan banyak seller, terutama UMKM, dalam situasi rentan.
Kondisi ini menimbulkan satu pertanyaan penting: Apa yang terjadi jika pedagang kehilangan ‘lapak virtual’-nya secara tiba-tiba karena intervensi platform luar negeri?

Mengapa Website Mandiri adalah Jawabannya


Ilustrasi website online shop
Gambar: deerdesigner.com
Ilustrasi website online shop Gambar: deerdesigner.com

Ketika seller mendadak “kehilangan lapak online” akibat proses migrasi yang membingungkan dari Tokopedia ke TikTok Shop, ini menjadi peringatan nyata: Bergantung penuh pada platform pihak ketiga., apalagi yang dikendalikan oleh perusahaan besar, sangatlah rentan. Karena itu, dalam kasus ini menjadi penting memiliki platform berjualan mandiri dalam bentuk website. Berikut beberapa manfaatnya:

1. Kendali Penuh tanpa Intervensi


Dengan website sendiri, Anda bebas menentukan tampilan, fitur, dan branding sesuai identitas bisnis. Tidak ada reset atau perubahan kebijakan mendadak dari pihak ketiga.

2. Stabilitas Lapak Jangka Panjang


Tidak tergantung backend platform pihak ketiga. Website berjalan seturut kebutuhan Anda, tanpa risiko tiba‑tiba “ditutup” karena akuisisi atau perubahan regulasi.

3. Margin Lebih Optimal


Marketplace biasanya menarik komisi 5-20%, terkadang lebih tinggi. Nah dengan pembelian langsung dari website Anda, artinya margin yang Anda hasilkan bisa lebih besar. Harga dan promosi pun bisa dikendalikan secara strategis.

4. Kepemilikan Data dan Engagement Marketing


Data transaksi, perilaku pengunjung, hingga email pelanggan sepenuhnya milik Anda—sehingga marketing seperti email blast, retargeting, maupun loyalty program berjalan lebih efektif.

5. Kebebasan Teknologi dan Integrasi


Anda bisa memilih teknologi: Berdu, Shopify, atau bahkan headless commerce. Integrasi dengan ERP, CRM, chat automation, payment gateway, dan logistik pun disesuaikan sesuai skala dan tujuan bisnis.

Solusi Membuat Website Mandiri


Ilustrasi keranjang website online shop
Gambar: godaddy.com
Ilustrasi keranjang website online shop Gambar: godaddy.com

Membangun website online shop sendiri jelas membawa banyak keuntungan. Namun, mencapai kemandirian juga menyuguhkan tantangan bagi seller, terutama UMKM di Indonesia. Anda perlu memahami situasinya secara luas dan cara mengatasinya secara pragmatis, yaitu:

1. Biaya dan Infrastruktur Awal


• Investasi kebutuhan teknis: Domain, hosting, sertifikat SSL, hingga development memerlukan modal awal yang tidak kecil. Bagi pelaku kecil, ini bisa terasa berat.
• Ketimpangan akses internet: koneksi belum merata di luar Pulau Jawa, berdampak pada kecepatan akses dan UX pelanggan.
Solusi:
• Pilih hosting lokal berkualitas dan affordable.
• Pakai platform managed (Berdu) untuk memangkas biaya development.
• Terapkan desain website ringan dan cepat, optimalkan gambar, dan gunakan CDN (Content Delivery Network) agar website mudah diakses di koneksi rendah.

2. Kekurangan Sumber Daya dan Keahlian Digital


• Banyak UMKM kesulitan menemukan tenaga ahli untuk setup dan maintenance website.
• Minimnya literasi digital membuat mereka kesulitan mengelola toko online sendiri.
Solusi:
• Manfaatkan pelatihan online atau kemitraan dengan digital agency lokal.
• Pertahankan model bisnis hybrid: Dual‑channel (tetap di marketplace sambil membangun website secara bertahap).
• Ikuti komunitas UMKM digital di Kota Anda untuk saling berbagi pengalaman dan sumber daya.

3. Logistik, Kepercayaan Pelanggan & Regulasi


• Infrastruktur logistik di luar Jawa kurang optimal; ongkos kirim tinggi dan durasi pengiriman lama.
• Konsumen masih skeptis soal keamanan transaksi online, dan regulasi perlindungan data serta konsumen masih belum solid.
Solusi:
• Integrasikan beberapa mitra logistik (JNE, J&T, SiCepat, Paxel) dan tampilkan estimasi kirim real‑time.
• Terapkan plugin keamanan (SSL, anti‑fraud, backup otomatis) demi menjaga kepercayaan pengunjung.
• Pastikan kepatuhan dengan Reg 80/2019 dan Permendag 50/2020—jelaskan T&C, kebijakan pengembalian, dan privasi data di situs.

Strategi Transisi bagi Seller Terdampak


Integrasi Tokopedia dan TikTok Shop
Gambar: Tokopedia.com
Integrasi Tokopedia dan TikTok Shop Gambar: Tokopedia.com

1. Model dual‑channel (marketplace + website)


Tetap aktif di marketplace selama membangun website online shop sendiri selangkah demi selangkah. Model ini membantu meredam risiko pendapatan sambil menguji performa situs mandiri.

2. Migrasi bertahap: landing page → katalog lengkap → toko penuh


Mulai dengan landing page yang informatif dan fitur chat (WhatsApp/Instagram), kemudian tambahkan katalog produk, opsi checkout sederhana, dan akhirnya implementasi penuh seperti sistem e‑commerce.

3. Optimalkan traffic melalui digital marketing lokal


Gunakan SEO (terutama optimasi kata kunci lokal, misalnya "oleh‑oleh khas Bandung"), Google Ads, dan social ads. Kolaborasi dengan influencer lokal atau komunitas UMKM efektif meningkatkan awareness.

3. Integrasi logistik dan pembayaran terpadu


Integrasikan pilihan logistik (JNE, J&T, SiCepat, Paxel) dan QRIS atau sejenisnya untuk pembayaran yang lebih mudah. Langkah ini penting untuk memperkuat kepercayaan dan kenyamanan pelanggan.

4. Gunakan data analitik untuk retensi & personalisasi


Manfaatkan plugin atau layanan CRM/retargeting untuk memonitor perilaku pengguna, mengirim email marketing, dan mendorong repeat purchase, strategi yang lebih efektif ketika Anda memiliki data pelanggan di tangan sendiri.

Lepas dari Ketergantungan Marketplace


Peristiwa migrasi paksa dari Tokopedia ke TikTok Shop bukan sekadar perubahan sistem, ini membantu Anda menyadari situasi sebenarnya. Banyak seller UMKM tiba‑tiba kehilangan “lapak virtual” ketika kontrol bergeser dan perubahan besar terjadi.
Tentu, membangun website tidak bebas tantangan: mulai dari modal teknis awal, keterbatasan keahlian digital, infrastruktur, hingga logistik yang masih belum merata.
Namun, solusi praktis seperti penggunaan platform managed, dual‑channel strategy, pelatihan digital marketing, hingga optimasi teknis dapat membuat proses ini terjangkau dan terukur.
Nah pada akhirnya, strategi terbaik bagi seller yang terdampak migrasi adalah:
• Model dual‑channel: aktif di marketplace sambil membangun website perlahan. • Migrasi bertahap: dari landing page → katalog produk → toko full e‑commerce. • Penggalakan digital marketing lokal: SEO berbasis lokasi, social ads, dan micro‑influencer di Kota atau area berjualan Anda. • Integrasi logistik dan payment gateway lokal: QRIS dan mitra pengiriman untuk membangun kepercayaan. • Pemanfaatan data dan analitik: Untuk pengelolaan retensi, personalisasi, dan kampanye yang relevan.
Dengan pendekatan ini, seller tidak hanya bisa bangkit saat kehilangan lapak di marketplace, tetapi juga berpotensi membentuk brand mandiri yang kuat, stabil, dan berjangka panjang—bebas dari tekanan pergeseran kebijakan platform.
Ayo buat Website kamu sekarang!

Ingin mencari pengetahuan lain?

Ketik judul blog yang ingin kamu cari